Karena Menghalangi Penyidikan e-KTP, Dokter Vonis Bimanesh Diperberat
Karena Menghalangi Penyidikan e-KTP, Dokter Vonis Bimanesh Diperberat
Majelis
Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis pidana penjara
terhadap terdakwa dokter Bimanesh Sutarjo. Hal tersebut tertuang dalam
surat putusan tingkat banding nomor: 26/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI atas
nama dokter Bimanesh Sutarjo.
Perkara atas nama Bimanesh tersebut ditangani majelis hakim banding yang diketuai Ester Siregar dengan anggota I Nyoman Sutarna, James Butar Butar, Anthon R Saragih, dan Jeldi Ramadhan. Putusan banding atas nama Bimanesh dibacakan pada Kamis (25/10/2018).
Majelis hakim banding menilai, dokter Bimanesh Sutarjo selaku dokter spesialis dokter spesialis Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) saat itu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik menghalangi penyidikan.
Majelis meyakini Bimanesh bersama terdakwa advokat sekaligus pendiri dan Managing Patners kantor hukum Yunadi & Associates Fredrich Yunadi (divonis 7 tahun penjara) telah menghalangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) saat itu atas nama Setya Novanto (Setnov) yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis hakim banding menggariskan, perbuatan Bimanesh itu sesuai dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP. Majelis memutuskan, menerima permohonan banding yang sebelumnya diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Karenanya majelis hakim banding memperbaiki putusan yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait pidana penjara dan denda.
“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Bimanesh Sutarjo) oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” demikian bunyi salinan putusan banding atas nama Bimanesh.
JPU pada KPK Moch Takdir Suhan menyatakan, pihaknya mengapresiasi dan menghargai putusan empat tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim banding terhadap Bimanesh Sutarjo. Pasalnya sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun. Apalagi tutur Takdir, majelis hakim banding juga mengabulkan permintaan JPU terkait dengan fakta-fakta persidangan sebelumnya.
“Jadi sikap kami selalu JPU atas putusan Pengadilan Tinggi terhadap dokter Bimanesh, kami sangat menghargai. Bahwa memang perbuatan Bimanesh selaku dokter juga dinyatakan terbukti bersama-sama dengan Fredrich Yunadi,” ujar Takdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/11/2018) sore.
Moch Takdir Suhan adalah anggota JPU yang menangani perkara atas nama Bimanesh Sutarjo dan Fredrich Yunadi. Takdir melanjutkan, pada pekan kedua Oktober lalu hakim banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga sudah menjatuhkan putusan banding atas nama Fredrich Yunadi.
Hanya saja majelis hakim banding hanya memperkuat putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Putusan pidana badan terhadap Fredrich tetap sama yakni tujuh tahun penjara. Karenanya Takdir menegaskan, pada Senin (5/11) JPU telah resmi mendaftarkan dan memori kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
“Untuk putusan banding FY (Fredrich Yunadi), hari ini kami sudah menyerahkan memori kasasi. JPU masih menginginkan pidana badan yang nantinya akan dijatuhkan Mahkamah Agung itu sesuai dengan tuntutan JPU selama 12 tahun,” tegasnya.
Dalam memori kasasi, dia menggariskan, JPU sudah menuangkan alasan-alasan kasasi diajukan. Di antaranya pertama, putusan pidana penjara 7 tahun terhadap Fredrich belum memenuhi rasa keadilan dan belum 2/3 dari tuntutan JPU. Kedua, perbuatan pidana Fredrich terkait dengan kasus ‘mega korupsi’ proyek e-KTP yang merugikan negara Rp2.314.904.234.275,39.
Ketiga, Fredrich merupakan advokat atau penasihat hukum yang masuk dalam bagian dari penegak hukum. Dengan perbuatan menghalang-halangi penyidikan yang dilakukan Fredrich telah menciderai profesi advokat yang mulia. Selain melanggar undang-undang, bagi JPU, Fredrich juga telah melanggar kode etik advokat.
“Bagi kami JPU, hal tersebut untuk bisa menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak lain, bahwa apabila melakukan tindakan menghalang-halangi penyidikan perkara korupsi maka konsekuensi yang akan dihadapi adalah hukum. Dan bagi sesama penegak hukum khususnya penasihat hukum harus sama-sama menghargai proses hukum dengan melaksanakan pedoman yang ada di undang-undang,” ucapanya.
Perkara atas nama Bimanesh tersebut ditangani majelis hakim banding yang diketuai Ester Siregar dengan anggota I Nyoman Sutarna, James Butar Butar, Anthon R Saragih, dan Jeldi Ramadhan. Putusan banding atas nama Bimanesh dibacakan pada Kamis (25/10/2018).
Majelis hakim banding menilai, dokter Bimanesh Sutarjo selaku dokter spesialis dokter spesialis Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) saat itu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik menghalangi penyidikan.
Majelis meyakini Bimanesh bersama terdakwa advokat sekaligus pendiri dan Managing Patners kantor hukum Yunadi & Associates Fredrich Yunadi (divonis 7 tahun penjara) telah menghalangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) saat itu atas nama Setya Novanto (Setnov) yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis hakim banding menggariskan, perbuatan Bimanesh itu sesuai dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP. Majelis memutuskan, menerima permohonan banding yang sebelumnya diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Karenanya majelis hakim banding memperbaiki putusan yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait pidana penjara dan denda.
“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Bimanesh Sutarjo) oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” demikian bunyi salinan putusan banding atas nama Bimanesh.
JPU pada KPK Moch Takdir Suhan menyatakan, pihaknya mengapresiasi dan menghargai putusan empat tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim banding terhadap Bimanesh Sutarjo. Pasalnya sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun. Apalagi tutur Takdir, majelis hakim banding juga mengabulkan permintaan JPU terkait dengan fakta-fakta persidangan sebelumnya.
“Jadi sikap kami selalu JPU atas putusan Pengadilan Tinggi terhadap dokter Bimanesh, kami sangat menghargai. Bahwa memang perbuatan Bimanesh selaku dokter juga dinyatakan terbukti bersama-sama dengan Fredrich Yunadi,” ujar Takdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/11/2018) sore.
Moch Takdir Suhan adalah anggota JPU yang menangani perkara atas nama Bimanesh Sutarjo dan Fredrich Yunadi. Takdir melanjutkan, pada pekan kedua Oktober lalu hakim banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga sudah menjatuhkan putusan banding atas nama Fredrich Yunadi.
Hanya saja majelis hakim banding hanya memperkuat putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Putusan pidana badan terhadap Fredrich tetap sama yakni tujuh tahun penjara. Karenanya Takdir menegaskan, pada Senin (5/11) JPU telah resmi mendaftarkan dan memori kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
“Untuk putusan banding FY (Fredrich Yunadi), hari ini kami sudah menyerahkan memori kasasi. JPU masih menginginkan pidana badan yang nantinya akan dijatuhkan Mahkamah Agung itu sesuai dengan tuntutan JPU selama 12 tahun,” tegasnya.
Dalam memori kasasi, dia menggariskan, JPU sudah menuangkan alasan-alasan kasasi diajukan. Di antaranya pertama, putusan pidana penjara 7 tahun terhadap Fredrich belum memenuhi rasa keadilan dan belum 2/3 dari tuntutan JPU. Kedua, perbuatan pidana Fredrich terkait dengan kasus ‘mega korupsi’ proyek e-KTP yang merugikan negara Rp2.314.904.234.275,39.
Ketiga, Fredrich merupakan advokat atau penasihat hukum yang masuk dalam bagian dari penegak hukum. Dengan perbuatan menghalang-halangi penyidikan yang dilakukan Fredrich telah menciderai profesi advokat yang mulia. Selain melanggar undang-undang, bagi JPU, Fredrich juga telah melanggar kode etik advokat.
“Bagi kami JPU, hal tersebut untuk bisa menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak lain, bahwa apabila melakukan tindakan menghalang-halangi penyidikan perkara korupsi maka konsekuensi yang akan dihadapi adalah hukum. Dan bagi sesama penegak hukum khususnya penasihat hukum harus sama-sama menghargai proses hukum dengan melaksanakan pedoman yang ada di undang-undang,” ucapanya.
Comments
Post a Comment